Ilusi tentang Cinta
Tak pernah habis cinta dibicarakan. Tapi apa yang
dibicarakan kebanyakan hanya sebatas kulit luarnya. Kebanyakan orang tidak
sampai menembusnya, karena orang sudah terbius atau terpesona dalam ilusi
cinta.
Anda bisa berteori tentang cinta atau menulis puisi cinta.
Tapi cinta tak mungkin dikatakan atau dijelaskan. Apa yang bisa dikatakan atau
dijelaskan tentang cinta bukanlah cinta.
Anda bisa saja mengatakan dengan penuh gelora kepada orang
yang Anda cintai, “Sayang, aku mencintaimu.” Anda merasakan kenikmatan yang
tiada tara saat mengatakannya. Orang yang Anda cintai barangkali bersemangat
mendengarnya dan menemukan kenikmatan yang sama. Tapi semua kata-kata tentang
cinta atau penjelasan tentang cinta bukanlah cinta itu sendiri.
Ada pepatah, “Ungkapkan cinta dengan bunga.” Lalu orang
mudah terbius dengan bunga. Tetapi bunga bukanlah cinta itu sendiri. Ungkapan
cinta bukanlah cinta itu sendiri. Kata atau ungkapan cinta bisa membius orang,
tetapi kata atau ungkapan cinta bukanlah cinta itu sendiri.
Mungkin Anda memiliki teman yang tidak mau terbius oleh
rayuan kata. Mungkin ia menuntut bukti bahwa Anda sungguh mencintai. Barangkali
Anda pernah mencoba meyakinkan bahwa Anda sungguh mencintai. Tetapi semakin
Anda berjuang untuk membuktikan bahwa Anda mencintai, semakin terbukti bahwa
Anda tidak mencintai. Bukankah cinta yang sesungguhnya terungkap dengan
sendirinya? Bukankah cinta yang sengaja diungkap bukanlah cinta?
Cinta dan Keinginan
Setiap orang mendambakan cinta supaya bahagia. Tetapi cinta
yang didambakan bukanlah cinta yang sesungguhnya. Bagaimana mungkin cinta
menjadi objek keinginan dan Anda sungguh bahagia dengan terpenuhinya keinginan?
Bagaimana mungkin mencintai orang lain kalau Anda membutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan psikologis Anda?
Anda bisa jadi berpikir demikian. “Supaya bahagia, aku harus
memiliki seorang teman. Aku harus menemukan cara agar bisa mendapatkannya.” Apa
yang Anda lakukan setelah Anda mendapatkannya? Apakah Anda memanfaatkan,
mendominasi, memaksa, mengekang kebebasan demi pemenuhan keinginan Anda?
Barangkali Anda memiliki seseorang yang Anda cintai dan Anda
berdua merasa sama-sama cocok. “Aku mencintainya dan dia mencintaiku. Kami
belajar untuk saling menerima kelemahan dan kelebihan masing-masing. Terlebih
kami belajar untuk saling memuaskan. Aku belajar untuk memenuhi kebutuhannya
dan dia belajar untuk memenuhi kebutuhanku.” Apakah keinginan pasangan
sungguh-sungguh bisa dipuaskan? Apa yang terjadi ketika keinginan tidak
terpuaskan? Apakah Anda marah, jengkel, benci, cemburu, dst? Untuk menghindari
kemarahan atau kejengkelan pasangan Anda, apakah Anda terpaksa terus memuaskan
kebutuhannya? Sampai kapan Anda akan memuaskan kebutuhan psikologis pasangan
Anda atas nama cinta?
Bukankah cinta yang digerakkan oleh hasrat atau keinginan
membuat Anda bergelora dalam kenikmatan dan tersiksa dalam kepedihan. Bukankah
cinta yang sesungguhnya tidak mungkin berkorelasi dengan keinginan sebagai akar
dari kenikmatan dan kepedihan?
Cinta dan Perasaan
Kalau Anda mencintai atau dicintai, bukankah Anda memiliki
berbagai macam perasaan? Ada rasa bahagia, merasa berbunga-bunga, merasa
berharga, hidup terasa berwarna, dst? Apakah cinta sama dengan perasaan atau
emosi?
Kalau cinta identik dengan perasaan, bukankah cinta selalu
berubah-ubah? Sekarang cinta, besok benci. Begitu terus berganti. Apakah cinta
sebagai lawan dari benci sungguh cinta? Bukankah apa yang berlawanan masih
mengandung lawannya?
Tidak ada perasaan yang tetap. Semua perasaan terus bergerak
dan berubah. Kemarin Anda bergelora karena cinta. Sekarang cinta menjadi luntur
atau merosot. Cinta yang luntur atau merosot bisa berubah menjadi benci pada
waktu tertentu dan pada waktu lain kebencian bisa berubah menjadi cinta yang
bergelora kembali. Apakah sesungguhnya cinta bisa merosot atau bisa bergelora
kembali? Bukankah perasaan cintalah yang merosot atau bergelora kembali, tetapi
bukan cinta itu sendiri?
Amatilah gerak perasaan Anda, perasaan cinta atau perasaan
benci, ketika itu muncul. Bagaimana rasanya hati terbakar oleh cinta atau
benci? Bukankah rasa benci yang membakar hati tidak berbeda dengan rasa cinta
yang membakar hati? Bukankah keduanya menggoncang dan memperkeruh batin?
Amatilah gerak perasaan itu dan biarkan berhenti dengan
sendirinya. Bukankah ketika perasaan tidak lagi membelenggu Anda, entah
perasaan cinta atau perasaan benci, kepekaan muncul dalam hati? Bukankah hati
yang mampu mencinta adalah hati yang peka?
Cinta dan Ketertarikan
Orang mudah mencintai apa saja yang menarik hati. Apakah
Anda bisa mencintai seseorang atau sesuatu yang tidak menarik hati Anda?
Bukankah kita lebih mudah mencintai sesuatu atau seseorang yang menarik hati
kita?
Mengapa Anda secara spontan tertarik pada orang tertentu dan
bukan pada yang lain? Kalau ketertarikan begitu kuat, Anda bisa dibuat
tergila-gila karenanya. Sesungguhnya apa yang membuat Anda tergila-gila? Apakah
cinta membuat Anda tergila-gila? Apakah orangnya membuat Anda tergila-gila?
Ataukah gambaran Anda sendiri tentang orang yang menarik hati Anda yang membuat
Anda tergila-gila?
Mengapa Anda secara spontan tidak tertarik—tidak suka,
bahkan benci–pada orang tertentu dan bukan pada yang lain? Kalau kebencian begitu
kuat, Anda bisa dibuat gila karenanya. Sesungguhnya apa yang membuat Anda
benci? Apakah orangnya membuat Anda benci atau gambaran Anda sendiri tentang
orang tersebut yang membuat Anda benci?
Ketertarikan atau ketidak-tertarikan kita muncul bukan dari
objeknya melainkan dari gambaran-gambaran kita sendiri tentang objeknya.
Gambaran-gambaran ini merupakan hasil dari akumulasi pengalaman masa lampau.
Oleh karena itu, ketertarikan atau ketidak-tertarikan kita pada seseorang atau
sesuatu merupakan hasil dari pengkondisian batin.
Apakah cinta sama dengan ketertarikan? Kalau Anda mencintai
seseorang hanya karena Anda tertarik padanya, bagaimana mungkin Anda sungguh
mencintai karena cinta yang demikian merupakan hasil dari pengkondisian? Apa
yang akan terjadi kalau Anda tidak lagi menemukan sesuatu yang menarik dalam
diri orang yang Anda cintai? Apakah Anda akan mengatakan, “Aku tidak lagi
mencintainya.”
Tidakkah cinta yang sesungguhnya bukan ketertarikan? Agar
cinta bisa menjangkau seseorang atau sesuatu melampaui ketertarikan atau
ketidak-tertarikan, maka gambaran-gambaran dan pengkondisian batin musti runtuh
seluruhnya. Ketika gambaran dan pengkondisian batin runtuh, bukankah muncul
cinta yang melampaui suka dan tidak suka, melampaui apa yang menarik dan tidak
menarik?
Cinta dan Ketergantungan
Begitu mudah orang bergantung secara psikologis pada orang
lain begitu menemukan orang yang dicintai. Kita merasa bahagia kalau ada orang
lain di sisi kita dan merasa tidak bahagia kalau tidak ada orang lain di sisi
kita. “Aku bahagia kalau engkau hidup bersamaku. Aku tidak bahagia kalau engkau
tidak hidup bersamaku.”
Apa yang terjadi ketika seseorang yang menjadi sumber
kebahagiaan Anda meninggalkan Anda? Bukankah cinta yang membuat Anda bergantung
secara psikologis menciptakan ketakutan? Bagaimana mungkin Anda bahagia bersama
dengan ketakutan?
Kalau kita mencintai seseorang, dalam banyak hal kita
tergantung pada orang yang kita cintai. Ketergantungan fisik adalah fakta hidup
yang tidak bisa dihindari. Namun demikian apakah ketergantungan psikologis
merupakan fakta yang juga tak-terelakkan? Bagaimana mungkin cinta yang
sesungguhnya menciptakan keterbelengguan?
Bisakah Anda hidup sendirian secara psikologis, tidak
mengharapkan apapun dari orang lain untuk kebahagiaan Anda? Hidup sendirian
bagaikan hidup di padang gurun, kering dari hiburan tetapi subur bagi tumbuhnya
cinta. Kalau Anda bertahan bersama kekeringan, tidak berlari dengan menutupinya
dengan berbagai hal yang menghibur atau memuaskan, betul-betul berada
sendirian, maka padang gurun batin Anda akan berubah menjadi tanah subur bagi
tumbuhnya pohon cinta. Batin yang tidak bisa sendirian, tidak mungkin bisa
mencinta.
Tanpa-diri Adalah Cinta
Hati yang tidak peka mudah terseret atau terokupasi oleh
objek-objeknya. Ia mudah mencintai yang satu dan membenci yang lain, atau lebih
mencintai yang satu dan kurang mencintai yang lain.
Hati yang peka melihat segala sesuatu bukan sebagai objek,
tetapi sebagai apa adanya. Oleh karena itu tidak ada objek yang lebih atau
kurang untuk dicintai. Demikian cinta yang lahir dari hati yang peka tidak
mengenal objek.
Apakah Anda bisa mencintai anak tetangga Anda dengan
kualitas cinta yang sama dengan cinta Anda kepada anak Anda sendiri? Tentu saja
maksudnya bukan Anda memperlakukan anak tetangga layaknya Anda memperlakukan
anak Anda sendiri. Yang dimaksudkan di sini adalah bahwa cinta tidak mengenal
pembedaan objek, tidak pilih-pilih, memiliki ketertiban dan kecerdasannya
sendiri. Cinta yang menyentuh anak Anda tidak berbeda dengan cinta yang menyentuh
anak tetangga Anda.
Cinta yang sesungguhnya juga tidak mengenal entitas lain di
luar cinta itu sendiri. Seseorang yang sedang dilanda cinta, suka mengatakan,
“Sayang, aku mencintaimu. Terimalah cintaku.” Dalam cinta yang demikian, masih
ada “si aku” yang mencintai dan “si aku” yang memiliki. Bagaimana mungkin
mencintai kalau masih ada ambisi untuk memiliki? Bagaimana mungkin mencintai
kalau tindakan masih digerakkan oleh diri?
Ada nasehat moral yang sudah umum dipercaya sebagai
kebenaran, “Anda harus mencintai sesama, sampai Anda rela disakiti oleh cinta
Anda.” Siapa sesungguhnya yang membuat Anda tersakiti atau terluka? Bagaimana
mungkin cinta membuat Anda terluka? Bukankah ego atau diri itulah yang membuat
Anda terluka dan bukan cinta itu sendiri? Selama masih ada ego atau diri yang
mencintai, maka kita masih rentan terluka.
Diri sebagai entitas yang mencintai adalah ilusi. Cinta yang
digerakkan oleh diri adalah juga ilusi. Ketika ilusi seluruhnya runtuh,
bukankah cinta yang sesungguhnya mungkin bersemi? Bisakah cinta mekar dan
bertindak dari dirinya sendiri?*
0 komentar:
Posting Komentar